TEORI YANG
MENDASARI MODEL DESAIN PEMBELAJARAN ASSURE
Disusun Sebagai Tugas Mata
Kuliah
Desain dan Media Pembelajaran Fisika
OLEH : KELOMPOK IV
ABU BAKAR
ESKARIA SIRAIT
HALIMATUS SAKDIAH
SRI UTAMI KHOLILA MORA SIREGAR
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
PROGRAM PASCA
SARJANA UNIMED
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
TAHUN 2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Desain
pembelajaran adalah praktek penyusunan media teknologi
komunikasi dan isi
untuk membantu agar dapat
terjadi transfer pengetahuan
secara efektif antara guru dan
peserta didik. Proses ini berisi penentuan status awal dari pemahaman peserta
didik, perumusan tujuan pembelajaran, dan merancang "perlakuan" berbasis-media untuk
membantu terjadinya transisi.
Idealnya proses ini berdasar pada informasi dari teori belajar yang sudah
teruji secara pedagogis
dan dapat terjadi
hanya pada siswa, dipandu oleh
guru, atau dalam latar berbasis komunitas.
Sementara itu
desain pembelajaran sebagai
proses menurut Syaiful Sagala (2005:136) adalah pengembangan
pengajaran secara sistematik yang
digunakan secara khusus
teori-teori pembelajaran
unuk menjamin kualitas
pembelajaran. Pernyataan tersebut mengandung arti
bahwa penyusunan perencanaan
pembelajaran harus sesuai dengan konsep pendidikan dan pembelajaran yang
dianut dalam kurikulum yang digunakan.
Dalam desain pembelajaran dikenal
beberapa model yang dikemukakan oleh para ahli. Secara umum, model desain
pembelajaran dapat diklasifikasikan ke dalam model berorientasi kelas, model
berorientasi sistem, model berorientasi produk, model prosedural dan model
melingkar.
Model berorientasi kelas
biasanya ditujukan untuk mendesain pembelajaran level mikro (kelas) yang hanya
dilakukan setiap dua jam pelajaran atau lebih. Contohnya adalah model ASSURE.
Model berorientasi produk adalah model desain pembelajaran untuk menghasilkann
suatu produk, biasanya media pembelajaran, misalnya video pembelajaran,
multimedia pembelajaran, atau modul. Contoh modelnya adalah model Hannafin and
Peck. Satu lagi adalah model
beroreintasi sistem yaitu model desain pembelajaran untuk menghasilkan suatu
sistem pembelajaran yang cakupannya luas, seperti desain sistem suatu
pelatihan, kurikulum sekolah, dll. contohnya adalah model ADDIE. Selain itu ada
pula yang biasa kita sebut sebagai model prosedural dan model melingkar. Contoh
dari model prosedural adalah model Dick and Carrey sementara contoh model
melingkar adalah model Kemp.
Adanya variasi model yang
ada ini sebenarnya juga dapat menguntungkan kita, beberapa keuntungan itu
antara lain adalah kita dapat memilih dan menerapkan salah satu model desain
pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik yang kita hadapi di lapangan,
selain itu juga, kita dapat mengembangkan dan membuat model turunan dari
model-model yang telah ada, ataupun kita juga dapat meneliti dan mengembangkan
desain yang telah ada untuk dicobakan dan diperbaiki.
Model desain pembelajaran ASSURE dikembangkan oleh Sharon Smaldino, Robert Henich, James
Russell dan Michael Molenda. Model desain pembelajaran ASSURE berusaha untuk menciptakan sebuah pembelajaran yang
bermakna dengan memanfaatkan media dan teknologi yang akan membuat siswa belajar secara aktif. Pembelajaran ASSURE dapat digunakan
untuk menetapkan pengalaman belajar yang dapat membantu siswa dalam mencapai
kompentensi yang diinginkan. Dalam pembahasan akan diuraikan lebih lanjut mengenai
teori yang melandasi model desain pembelajaran ASSURE.
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di
atas, maka dalam penulisan makalah ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
1.
Bagaimanakah
konsep teori belajar?
2. Bagaimana konsep Model desain
pembelajaran ASSURE?
3. Apakah teori yang melandasi model desain pembelajaran ASSURE?
1.3.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui konsep teori belajar.
2.
Untuk mengetahui konsep Model desain pembelajaran
ASSURE.
3.
Untuk mengetahui teori yang melandasi model desain pembelajaran ASSURE?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Teori
Belajar
2.1.1.
Teori
Belajar Behavioris
Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu
adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara
konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan
hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik.
Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun
eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau
dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan,
asosiasi, sifat da kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon).
Teori
Behavioristik:
1. Mementingkan
faktor lingkungan
2. Menekankan
pada faktor bagian
3. Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan
mempergunakan metode obyektif.
4. Sifatnya
mekanis
5. Mementingkan
masa lalu
Berikut
adalah tokoh-tokoh dalam teori behavioristik:
1.
Edward
Edward Lee Thorndike (1874-1949)
2.
Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936).
3.
Burrhus
Frederic Skinner (1904-1990).
4.
Robert
Gagne ( 1916-2002).
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori
behavioristik adalah ciri-ciri kuat yang mendasarinya yaitu:
a. Mementingkan
pengaruh lingkungan
b. Mementingkan
bagian-bagian
c. Mementingkan
peranan reaksi
d. Mengutamakan
mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respon
e. Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk
sebelumnya
f.
Mementingkan
pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan
g.
Hasil
belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan.
2.1.2.
Teori
belajar Kognitivis
Teori
belajar kognitivis merupakan suatu teori yang lebih mementingkan proses belajar
dari pada hasil belajar itu sendiri. Bagi penganut aliran ini, belajar tidak
sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respons. Namun lebih dari itu,
belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.
Dalam
praktik, teori ini antara lain terwujud dalam “tahap-tahap perkembangan” yang
diusulkan oleh Jean Piaget “belajar
bermakna”nya Ausubel
dan “belajar penemuan secara bebas”(Free
Discovery Learning)” oleh Jerome
Bruner. Masalah yang sering muncul pada tahap aplikasi teori-teori kognitif
di bidang pembelajaran adalah dalam kaitannya dengan pengorganisasian isi pesan
atau bahan belajar dan penstrukturan kegiatan belajar-mengajar
(Hamzah,2008:53). Hal ini bisa dimengerti mengingat bahwa penelitian dan
pengembangan paket-paket program pembelajaran pada berbagai jenis cabang
disiplin keilmuan dan keahlian ternyata tidak menunjukkan hasil yang konsisten.
Salah satu faktor yang dominan pengaruhnya terhadap variasi keefektifan
pembelajaran adalah struktur bangunan disiplin ilmu yang dipelajari.
A.
Teori Perkembangan
Kognitif Piaget
Menurut Piaget, perkembangan kognitif mempunyai empat aspek, yaitu 1)
kematangan, sebagai hasil perkembangan susunan syaraf; 2) pengalaman, yaitu
hubungan timbal balik antara orgnisme dengan dunianya; 3) interaksi sosial,
yaitu pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya dengan lingkungan
sosial, dan 4) ekuilibrasi, yaitu adanya kemampuan atau sistem mengatur dalam
diri organisme agar dia selalu mempau mempertahankan keseimbangan dan
penyesuaian diri terhadap lingkungannya.
B.
Teori
Perkembangan Kognitif Vygotsky
Seperti
Piaget, Vygotsky menekankan bahwa anak-anak secara aktif menyusun pengetahuan
mereka. Akan tetapi menurut Vygotsky, fungsi-fungsi mental memiliki
koneksi-koneksi sosial. Vygotsky berpendapat bahwa anak-anak mengembangkan
konsep-konsep lebih sistematis, logis, dan rasional sebagai akibat dari
percakapan dengan seorang penolong yang ahli.
C. Teori
Gagne
Gagne
mengemukakan lima macam hasil belajar, tiga diantaranya berifat kognitif, satu
bersifat afektif dan satu lagi bersifat psikomotorik. Penampilan-penampilan
yang diamati sebagai hasil belajar disebut kemampuan-kemampuan (capabilities).
Ditinjau
dari segi hasil yang diharapkan dari
suatu pengajaran atau instruksi, kemampuan-kemampuan itu diperlukan, karena
kemampuan-kemampuan itu memungkinkan berbagai macam penampilan manusia, dan
juga karena kondisi untuk memperoleh berbagai kemampuan ini berbeda-berbeda.
Bertitik tolak dari model belajarnya, yaitu model
pemrosesan informasi, Gagne mengemukakan delapan fase dalam satu tindakan
belajar (learning act). Fase-fase
itu merupakan kejadian-kejadian
eksternal yang dapat distrukturkan oleh siswa (yang belajar) atau guru.
Setiap fase dipasangkan dengan suatu proses yang terjadi dalam pikiran siswa.
Kedelapan fase itu adalah: (1) fase motivasi, (2) fase pengenalan (apprehending
phase), (3) fase perolehan (acquisition phase), (4) fase retensi,
(5) fase pemanggilan, (6) fase generalisasi, (7) fase penampilan dan (8) fase
umpan balik.
D.
Teori Ausubel
Menurut Ausabel, belajar dapat
diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara infromasi
atau materi pelajaran disajikan pada siswa, melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi
itu pada struktur kognitif yang telah ada.
Struktur kognitif ialah
fakta-fakta, konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari
dan diingat oleh siswa. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna
menurut Ausabel ialah struktur kognitif yang ada, stabilitas dan kejelasan
pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Faktor yang paling penting yang
mempengaruhi belajar ialah apa yang telah diketahui siswa. Jadi, agar terjadi belajar bermakna, konsep baru
atau informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif siswa.
2.1.3.
Teori Belajar Konstruktivis
Kontruktivisme
merupakan salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan dikonstruksi sendiri. Pengetahuan yang kita miliki adalah
konstruksi (bentukan) kita sendiri. Seseorang yang belajar akan membentuk
pengertian, ia tidak hanya meniru atau mencerminkan apa yang diajarkan atau
yang ia baca, melainkan menciptakan pengertian baik secara personal maupun sosial. Pengetahuan tersebut, dibentuk melalui interaksi dengan lingkungannya.
Jadi teori konstruktivis adalah teori yang
menyatakan bahwa perolehan pengetahuan atas bentukan sendiri dari pebelajar
untuk menjadi miliknya dan mentransfer informasi secara komplek menjadi sederhana
dan bermakna, agar menjadi miliknya sendiri.
Konstruktivis
lahir dari gagasan Piaget dan Vigotsky dimana keduanya menekankan bahwa
perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami
sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidak-seimbangan dalam memahami
informasi-informasi baru.
2.2. Model
Desain Pembelajaran ASSURE
1.
Model
Desain Pembelajaran ASSURE
Model
Desain ASSURE adalah kekhasan dari buku yang ditulis oleh trio Heinich, Molenda
dan Russell sejak pertama kali buku Instructional Technology and Media
diterbitkan di era 1980an. Hingga sekarang buku ini telah mencapai edisi ke
delapan dengan perubahan judul, struktur buku, dan para penulisnya menjadi buku
Instructional Technology and Media for Learning, model ASSURE ini tetap
dipertahankan sebagai kekhasan dari buku yang bertema teknologi pembelajaran.
ASSURE
adalah suatu mnemonic atau singkatan yang mudah dihapalkan oleh peserta
belajar. ASSURE berbentuk suatu kata yang mempunyai arti khusus yaitu to make
sure atau dalam bahasa Indonesia berarti meyakinkan.
ASSURE
terdiri atas enam komponen seperti rumusan kata itu sendiri. Setiap huruf
mempunyai arti, yaitu
Analyze Learner (menganalisis
peserta belajar)
State Objectives (merumuskan
tujuan pembelajaran atau kompetensi)
Select methods, media, and
materials (memilih metode, media dan bahan ajar)
Utilize media and materials (menggunakan
media dan bahan ajar)
Require learner
participation (mengembangkan peran serta peserta belajar)
Evaluate and Revise (menilai
dan memperbaiki)
Ditinjau
dari struktur, maka ASSURE dirumuskan berdasarkan kata kerja tertentu yaitu
analyze, state, select, utilize, require, dan evaluate. Berikut ini adalah analisis masing masing
komponen dari model disain pembelajaran ASSURE
a.
Analyze Learner
Pada
disain pembelajaran, peserta belajar adalah hal terpenting. Apapun bentuk
produk, model disain pembelajaran maka semua upaya diwujudkan demi kelancaran
proses belajar. Dalam melakukan analisis peserta belajar ada beberapa hal yang
perlu dilakukan misalnya karakteristik umum peserta belajar, kompetensi awal
yang menjadi modal dasarnya, gaya belajar dari peserta belajar, aspek
psikologis dari peserta belajar dan banyak lagi sesuai dengan kebutuhan.
b.
State Objective
State
objective atau merumuskan tujuan pembelajaran
Bagi Smaldino, dkk “An objective is a statement of what will be
achieved, not how it will be achieved”. Jadi merumuskan tujuan pembelajaran
dapat menggunakan rumusan tujuan dengan model ABCD , yang berarti :
A
= audience, pebelajar dengan segala karakteristiknya.
B
= behavior, kata kerja yang menjabarkan kemampuan yang harus dikuasai;
C = conditions, situasi
kondisi yang memungkinkan bagi pebelajar dapat belajar dengan baik; dan
D = degree, persyaratan
khusus yang dirumuskan sebagai standar baku pencapaian tujuan pembelajaran.
Tujuan
pembelajaran juga dapat dinyatakan dalam bentuk pernyataan kompetensi dasar dan
indikator keberhasil yang hendak dicapai pada akhir proses pembelajaran.
c. Select Methods, Media, and Materials
Pada tahapan ini
adalah memilih metode, media dan bahan ajar. Ada tiga tahapan penting untuk huruf S kedua
dari ASSURE ini. Ketiganya adalah :
(1).
menentukan metode yang tepat untuk kegiatan belajar tertentu, kemudian
(2).
memilih format media yang disesuaikan dengan metode yang diterapkan; dan
(3).
memilih, merancang, memodifikasi, atau memproduksi bahan ajar.
Baik media maupun
metode tidak ada yang lebih baik atau terbaik diantaranya. Media dan metode
ditentukan karena keduanya cocok, tepat, dan sesuai untuk suatu proses belajar.
d.
Utilize Media and Materials
Pemanfaatan media
dan bahan ajar pada model ASSURE ini ditujukan kepada Widyaiswara dan peserta
belajar. Smalldino, dkk mengajukan rumus 5 P untuk pemanfaatan media dan
material pembelajaran ini. Kelima P tersebut ialah :
a)
Preview the Materials (Kaji bahan ajar)
b)
Prepare the Materials (Siapkan bahan ajar)
c)
Prepare Environment (Siapkan lingkungan)
d)
Prepare the Learners (Siapkan peserta didik)
e)
Provide the Learning Experience (Tentukan pengalaman belajar)
e.
Required Learner Participation
Mengembangkan
peran serta peserta belajar, tujuan utama pembelajaran adalah agar peserta
belajar – belajar. Oleh karena itu melibatkan peserta untuk belajar adalah
aktivitas yang harus dilakukan oleh widyaiswara dalam proses pembelajaran.
f.
Evaluate and revise
Salah satu tujuan penilaian adalah mengukur tingkat
pemahaman atas materi yang baru saja diberikan. Dalam hal ini, penilaian bukan
untuk menentukan tingkat „kepintaran‟ seorang pebelajar, namun cenderung untuk
memberi masukan kepada mereka. Demikian juga evaluasi berguna untuk melakukan
penilaianan apakah seluruh proses pembelajaran sudah berjalan dengan baik, atau
ada proses pembelajaran yang perlu ditingkatkan dan direvisi untuk meningkatkan
kualitas kegiatan belajar mengajar itu sendiri.
2. Pemanfaatan Media
Pada
desain pembelajaran ASSURE, sangat jelas bahwasanya desain tersebut menekankan
penggunaan media dalam model desain tersebut, maka disini kami mendefenisikan
pengertian, karakteristi dan hal – hal penting dalam penggunaan media.
A. Pengertian
Media
Gagne
menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa
yang dapat merangsangnya untuk belajar. Sementara berpendapat bahwa media
segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk
belajar. Sedangkan menurut Asosiasi Pendidikan Nasional (National Education
Association/ NEA) mengartikan media adalah bentuk – bentuk komunikasi baik
tercetak maupun audiovisual serta peralatannya.
Dari
semua yang diungkapkan didapatkan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat
digunakan untuk menyalurkana pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat
merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa
sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi.
Tanpa
menyebutkan jenis dari masing – masing medianya, Gagne membuat 7 macam
pengelompokan media (yang disebut dengan taksonomi media menurut Gagne), yaitu
benda untudidemonstrasikan, komunikasi lisan, media cetak, gambar diam, gambar
gerak, film bersuara dan mesin belajar. Ketujuh kelompok media ini kemudian
dikaitkan dengan kemampuan memenuhi fungsi menurut tingkatan hirearki belajar yang dikembangkannya yaitu
pelontar stimulus belajar, penarik minat belajar, contoh prilaku belajar,
member kondisi eksternal, menuntun cara berfikir, memasukkan ilmu – ilmu,
menilai prestasi dan memberi umpan balik.
B. Perkembangan
Media Pendidikan
Pada
mulanya, media hanya dianggap sebagai alat bantu mengajar guru (teaching ais). Alat bantu yang dipakai
adalah alat bantu visual, misalnya gambar, model, objek dan alat- alat lainnya
yang dapat memberikan pengalaman kongkrit, motivasi belajar siswa serta
mempertinggi daya serap dan retensi belajar siswa.
Pada
tahun 1950 teori komunikasi mulai mempengaruhi penggunaan alat bantu audio
visual, sehingga selain sebagai alat bantu, media juga berfungsi sebagai
penyalur pesan atau informasi belajar. Sayang sampai saat itu pengaruhnya masih
terbatas pada pemilihan media saja.
Baru
pada tahun 1960 – 1965 orang mulai memperhatikan siswa sebagai komponen yang
penting dalam proses belajar mengajar. Pada saat itu teori tingkah laku (behaviorism theory) ajaran B. F. Skinner
mulai mempengaruhi penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran. Teori ini
telah mendorong terciptanya media yang dapat mengubah tingkah laku siswa
sebagai hasil proses pembelajaran. Media instruksional yang terkenal yang
dihasilkan teori ini adalah teaching
machine dan programmed instruction.
Pada
tahun 1965 – 1970, pendekatan system (system
approach) mulai menampakan pengaruhnya dalam kegiatan pendidikan dan
kegiatan pembelajaran. Dalam perencanaan ini media yang akan dipakai dan cara
menggunakannya telah telah dipertimbangkan dan ditentukan dengan seksama hingga
sekarang.
C. Dasar
pertimbangan Pemilihan Media
Beberapa
penyebab orang – orang memilih media antara lain adalah:
a. Bermaksud
mendemonstrasikannya seperti halnya pada kuliah tentang media
b. Merasa
sudah akrab dengan media tersebut, misalnya seorang dosen yang sudah terbiasa
menggunakan proyektor transparasi
c. Ingin
member gambaran atau penjelasan yang lebih konkret
d. Merasa
bahwa media dapat berbuat lebih dari yang bias
dilakukannya, misalnya untuk menarik minat atau gairah belajar siswa.
Pertanyaan
– pertanyaan praktis yang dapat diajukan dalam rangka pembelian media jadi
adalah sebagai berikut:
1.
Apakah media yang bersangkutan relevan
dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai?
2.
Apaka ada suber informasi, catalog, dan
sebagainya mengenai media yang bersangkutan?
3.
Apakah perlu dibentuk tim untuk mereviu
yang terdiri dari para calon pemakai?
4.
Apakah ada media di pasaran yang telah
divalidasikan?
5.
Apakah media yang bersangkutan boleh
direviu terlebih dahulu?
6.
Apakah tersedia format reviu yang sudah
dibakukan?
D. Pemilihan
media
·
berdasarkan tujuan belajar
Tujuan belajar media
|
Info factual
|
Pengenalan visual
|
Prinsip konsep
|
Prosedur
|
Keterampilan
|
sikap
|
Visual
|
Sedang
|
tinggi
|
Sedang
|
sedang
|
Rendah
|
Rendah
|
Film
|
Sedang
|
Tinggi
|
Tinggi
|
Tinggi
|
Sedang
|
Sedang
|
Televisi
|
Sedang
|
Sedang
|
Tinggi
|
Sedang
|
Sedang
|
Sedang
|
Objek 3-D
|
Rendah
|
Tinggi
|
Rendah
|
Rendah
|
Rendah
|
Rendah
|
Rekaman audio
|
Sedang
|
Rendah
|
Rendah
|
Sedang
|
Rendah
|
Sedang
|
Pelajaran terprogram
|
Sedang
|
Sedang
|
Sedang
|
Tinggi
|
Rendah
|
sedang
|
Demonstrasi
|
Rendah
|
Sedang
|
Rendah
|
Tinggi
|
Sedang
|
Sedang
|
Buku teks cetak
|
Sedang
|
Rendah
|
Sedang
|
Sedang
|
Rendah
|
Sedang
|
Sajian lisan
|
Sedang
|
rendah
|
sedang
|
Sedang
|
rendah
|
sedang
|
·
Berdasarkan kontrol pemakaian
Kontrol
|
portabel
|
Untuk dirumah
|
Siap setiap saat
|
terkendali
|
mandiri
|
Umpan balik
|
Media
|
||||||
Televise
|
tidak
|
ya
|
tidak
|
tidak
|
ya
|
Tidak
|
Radio
|
Ya
|
Ya
|
tidak
|
tidak
|
ya
|
Tidak
|
Film
|
Ya
|
Ya
|
Ya
|
Sulit
|
Sulit
|
Tidak
|
Video kaset
|
Tidak
|
Sulit
|
Ya
|
Ya
|
Ya
|
Tidak
|
Slide
|
Ya
|
Ya
|
Ya
|
Ya
|
Ya
|
Tidak
|
Film strip
|
Ya
|
Ya
|
Ya
|
Ya
|
Ya
|
Tidak
|
Audio kaset
|
Ya
|
Ya
|
Ya
|
Ya
|
Ya
|
Tidak
|
Piringan hitam
|
Tidak
|
?
|
Ya
|
Ya
|
Sulit
|
Tidak
|
Buku
|
Ya
|
Ya
|
Ya
|
Ya
|
Ya
|
tidak
|
Teks program
|
Ya
|
Ya
|
Ya
|
Ya
|
Ya
|
Ya
|
Computer
|
Tidak
|
Tidak
|
Ya
|
Ya
|
Sulit
|
Ya
|
Permainan
|
Ya
|
Ya
|
Ya
|
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
2.3.Teori Belajar yang Mendasari Model Desain Pembelajaran
ASSURE
ASSURE didasarkan pada
“Events of Instruction” Robert Gagne.
Model ini adalah berbasis konstruktivisme, dalam kata lain, itu adalah kerangka
yang mengasumsikan bahwa peserta didik pasif tidak akan belajar dengan cara
yang terbaik, peserta didik harus aktif berpartisipasi dalam pembelajaran
mereka sendiri, berinteraksi dengan lingkungan mereka dan rekan-rekan. ASSURE
juga mengakui gaya belajar yang berbeda dari semua siswa.
Robert M. Gagne adalah seorang ahli psikologi pendidikan
yang telah mengembangkan suatu pendekatan prilaku eklektik mengenai psikologi
belajar. Kita akan membahas hasil-hasil belajar yang dikemukakan oleh Gagne,
serta kejadian-kejadian belajar dan kejadian-kejadian instruksi, dan hubungan
antara kejadian-kejadian itu.
A. Hasil-hasil Belajar menurut Gagne
Gagne mengemukakan lima macam hasil belajar, tiga
diantaranya bersifat kognitif, satu bersifat afektif, dan satu lagi bersifat psikomotorik.
Penampilan-penampilan yang diamati sebagai hasil-hasil dasar disebut
kemampuan-kemampuan atau kapabiliti. Menurut Gagne, ditinjau dari hasil
pembelajaran ada lima kemampuan yang perlu dibedakan karena masing-masing
memungkinkan berbagai macam penampilan manusia, dan juga karena kondisi untuk
memperoleh kemampuan ini berbeda. Kelima kemampuan itu adalah keterampilan
intelektual, strategi-strategi kognitif, informasi verbal, sikap-sikap, dan
ketrampilan-ketrampilan motorik.
1. Keterampilan Intelektual
Keterampilan-keterampilan
intelektual memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungannya melalui
pengguaan simbol-simbol atau gagasan-gagasan. Belajar keterampilan intelektual
telah dimulai sejak tingkat-tingkat pertama sekolah dasar dan dilanjutkan
sesuai dengan perhatian dan kemampuan intelektual seseorang.
Belajar memprngaruhi
perkembangan intelektual seseorang dengan cara yang disarankan oleh diagram.
Untuk memecahkan masalah siswa memerlukan aturan-aturan tingkat tinggi, yaitu
aturan-aturan yang kompleks demikian pula diperlukan aturan-aturan dan
konsep-konsep terdefinisi. Untuk memperoleh aturan-aturan ini, siswa sudah
harus belajar beberapa konsep konkrit, dan untuk belajar konsep-konsep konkrit
ini, siswa harus menguasai deskriminasi-deskriminasi.
PEMECAHAN MASALAH
melibatkan pembentukan
ATURAN-ATURAN TINGKAT TINGGI
membutuhkan sebagai prasyaratan-prasyaratan
ATURAN-ATURAN
dan
KONSEP-KONSEP TERDEFENISI
memerlukan prasyaratan-prasyaratan
KONSEP-KONSEP KONKRIT
memerlukan sebagai prasyaratan-prasyaratan
DISKRIMINASI-DISKRIMINASI
a. Diskriminasi-diskriminasi
Diskriminasi
merupakan suatu kemampuan untuk mengadakan respons-respons yang berbeda
terhadap stimulus-stimulus yang berbeda dalam satu atau lebih dimensi fisik.
b. Konsep-konsep konkrit
Menurut Gagne, salah satu keterampilan
intelektual ialah konsep konkrit, dan suatu konsep konkrit menunjukkan suatu sifat objek atau atribut
objek (warna, bentuk, dll). Konsep ini disebut ”konkrit”, sebab penampilan
manusia yang dibutuhkan konsep-konsep ini adalah mengenal satu objek yang
konkrit.
Contoh-contoh sifat konkrit adalah bulat,
persegi, biru, merah, lurus, dll. Kita dapat mengatakan bahwa orang tertentu
telah mempelajari suatu konsep konkrit, dengan meminta orang untuk menunjukkan
dua atau lebih anggota-anggota yang termasuk kedalam kelas sifat objek sama;
misalnya dengan menunjukkan pada suatu uang logam, suatu ban mobil, dan bulan
purnama sebagai bulat. Operasi menunjuk dapat dilakukan dengan berbagai cara, dapat
dengan memilih, melingkari, atau memegang.
c. Konsep terdefinisi
Seseorang
dikatakan telah belajar suatu konsep terdefinisi bila ia dapat
mendemonstrasikan arti dari kelas tertentu tentang objek-objek,
kejadian-kejadian, atau hubungan-hubungan. Misalnya, kita perhatikan konsep
asam, suatu zat yang yang memerahkan kertas lakmus biru. Seorang siswa yang
telah memelajari konsep itu,akan dapat memilih zat sesuai dengan definisi,
dengan memperlihatkan jika dimasukkan kertas lakmus biru kedalam zat itu.
Demonstrasi tentang arti, membedakan proses mental ini dari proses mental yang
menyangkut mengingat informasi verbal, seperti “Asam adalah zat yang dapat
memerahkan kertas lakmus biru.
d. Aturan-aturan
Seorang telah belajar
suatu aturan, bila penampilannya mempunyai semacam keteraturan dalam berbagai
situasi-situasi khusus, banyak contoh mengenai perilaku yang dikuasai oleh
aturan. Sebagian besar dari perilaku manusa termasuk perilaku ini. Misalnya
dalam membuat suatu kalimat “ibu mencium adik dengan penuh kasih sayang”, kata
kerja mencium ditempatkan sesudah kata ibu, tidak sebelumnya. Demikian pula
kata-kata yang lain dalam kalimat itu sudah mengikuti suatu aturan dalam bahas
kita. Dengan aturan yang telah kita pelajari ini, kita dapat menyusun
kalimat-kalimat lain dengan menyusun struktur yang sama.
Setelah kita mengenal apakah
aturan itu, ddapat kita menerima bahwa suatu konsep terdefinisi seperti yang
telah dijelaskan terdahulu, pernyataannya tidak berbeda dengan suatu aturan,
dan dipelajari dengan cara yang sama. Dengan lain perkataan, suatu konsep
terdefinisi meruakan suatu bentuk khusus dari aturanyang bertujuan untuk
mengelompokkan objek-objek dan kejadian-kejadian; konsep terdefinisi adalah
suatu aturan pengklasifikasian.
e. Aturan-aturan tingkat tinggi
Ada kalanya
aturan-aturan yang kita pelajari merupakan gabungan yang kompleks tentang
aturan-aturan yang lebih sederhana. Lagi pula, kerap kali aturan-aturan yang
kompleks atau aturan-aturan tinkat tinggi ini ditemukan untu memecahkan masalah
praktis atau sekelompok masalah. Kemampuan untuk memecahkan suatu masalah pada
dasarnya, merupakan tujuan utama proses pendidikan. Bila para siswa memecahkan
suatu masalah mewakili kejadian-kejadian nyata, para siswa juga mencapai suatu
kemampuan baru. Mereka telah belajar sesuatu yang dapat digeneralisasikan pada
masalah-masalah lain yang mempunyai ciri-ciri formal yang mirip. Ini berarti,
mereka telah memperoleh suatu aturan baru atau mungkin juga suatu set baru
tentang aturan-atauran.
Aturan-aturan memegang peranan
penting dalam pemecahan masalah. Tidak mungkin bagi siswa untuk memperoleh
semua aturan yang diperlukan bagi setiap situasi, konsep-konsep dan
aturan-aturan harus disintesis menjadi bentuk-bentuk kompleks yang baru agar
siswa dapat menghadapi situasi-situasi masalah yang baru. Pemecahan masalah
merupakan suatu kegiatan manusia yang menggabungkan konsep-konsep dan
aturan-aturan yang telah diperoleh sebelumnya dan tidak sebagai keterampilan
genetik. Kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah matematika tidak secara
otomatis pindah ke pemecahan masalah-masalah mekanik suatu mobil.
2. Strategi-Strategi Kognitif
Suatu macam
keterampilan intelektual khusus mempunyai kepentingan tertentu bagi belajar dan
berpikir ialah strategi kognitif. Dalam teori belajar modern, suaatu strategi
koginitif merupakan suatu proses kontrol, yaitu proses internal yang digunakan
siswa (orang yang belajar) untuk memilih dan mengubah cara-cara memberikan,
perhatian, belajar, mengingat dan berpikir. Berbagai macam strategi kognitif
a. Strategi-strategi menghafal (rehearsal strategies)
Dengan pertolongan strategi
ini, para siswa melakukan latihan mereka sendiri tentang materi yang
dipelajari. Dalam bentuk yang paling sederhana, latihan itu berupa
mengulang-ngulang nama-nama dalam suatu urutan misalnya, nama pahlawa-pahlawan,
tahun-tahun, pecahnya perang Dunia. Dalam empelajari tugas-tugas yang lebih
kompleks, misalnya mempelajari gagasan-gagasan yang penting, menghaafal dapat
dilakukan dengan menggaris bawahi gaagasan-gagasan penting itu, atau
dengan menyalin bagian-bagian teks.
b. Strategi-strategi elaborasi
Dalam
menggunakan teknik elaborasi, siswa mengasosiasikan hal-hal yang akan dipelajari
dengan bahan-bahan lain yang tersedia. Bila diterapkan pada belajar dari teks
prosa misalnya, kegiatan elaborasi merupakan pembuatan paraprase, pemuatan ringkasan,
pembuatan catatan, dan perumusan pertanyaan-pertanyaan dengan jawaban-jawaban.
c. Strategi-strategi pengaturan (organizing strategi)
Penyusunan
materi yang akan dipelajari kedalam suatu kerangka, merupakan teknik dasar dari
strategi-strategi ini. Sekumpulan kata yang harus diingat diatur oleh siswa
menjadi kategori-kategori yang bermakna. Hubungan-hubungan antara fakta-fakta
disusun menjadi tabel-tabel , memungkinkan penggunaan pertolongan penyusunan
ruang.
d. Strategi metakognitif
Menurut
Brown, strategi-strategi metakognitif meliputi kemampuan-kemampuan siswa untukk
menentukan tujuan-tujuan belajar, memperkirakan keberhasialan pencapaian
tujuan-tujuan itu.
e. Strategi-strategi Afektif
Teknik-teknik ini
digunakan para siswa untuk meemusatkan dan mempertahankan perhatian, untuk
mengendalikan kemarahan, dan menggunakan waktu secara efektif.
3. Invormasi Verbal
Informasi verbal juga disebut pengetahuan verbal;menurut
teori, pengeetahuan ini disimpan seebagai jaringan proposisi-proposisi
(Anderson.1985; E.D Gagne, 1985). Nama lain untuk pengetahuan verbal ialah
pengetahuan deklaratif.
4. Sikap-Sikap
Sikap merupakan
pembawaan yang dapat dipelajari, dan dapat mempengaruhi perilaku seseorang
terhadap benda-benda, kejadian-kejadian, atau mkluk-mahkluk hidup lainnya.
Sekelompok sikap yang penting ialah sikap-sikap kita terhadap orang lain.
Karena itu, gagne juga memperhatikan bagaimana siswa-siswa memperoleh
sikap-sikap sosial ini.
Suatu sikap mempengaruhi sekumpulan besar
perilaku-perilaku khusus seseorang, oleh karena itu ada beberapa prinsi-prinsip
belajar umum yang dapat diterapkan untuk memperoleh dan mengubah sikap-sikap
keterampilan—keterampilan motorik tidak dapat membahas yang mendalam dalam buku
ini.
5. Keterampilan-keterampilan motorik
Keterampilan-keterampilan motorik tidak hanya mencakup
kegiatan-kegiatan fisik, melainkan juga kegiatan-kegiatan motorik yang digabung
dengan keterampilan intelektual, misalnya bila membaca, menulis atau dalam
pelajaran sains bagaimana menggunakan berbagai macam alat, seperti mikroskop,
berbagai alat-alat listrik dalam pelajaran fisika, dan biuret, alat destilasi
dalam pelajaran kimia.
B. Kejadian-Kejadian Belajar
Bertitik tolak dari
model belajarnya, yaitu model pemrosesan informasi, Gagne mengemukakan delapan
fase dalam satu tindakan belajarr. Fasa-fasa itu merupakan kejadian-kejadian
eksternal yang dapat distrukturkan oleh siswa(yang belajar) atau guru.
1. Fasa motivasi
Siswa
(yang belajar harus diberi motifasi untuk belajar dengan harapan, bahwa belajar
akan memperoleh hadiah. Misalnya siswa-siswa dapat mengharapkan bahwa informasi
akan memenuhi keingintahu mereka tentang suatu pokok bahasan, akan berguna bagi
mereka, atau dapat menolong mereka untuk memperoleh angka yang lebih baik.
2. Fasa pengenalan
Siswa
harus memberikan perhatian pada bagian-bagian yang esensial dri suatu kejadian
instruksional, jika belajar akan terjadi, misalnya siswa memperhatikan
asek-aspek yang relevan tentang apa yang dikatakan guru, atau tentang
gagasan-gagasan utama buku teks.
3. Fasa perolehan
Bila
siswa memperhatikan informasi yang relevan, maka ia telah siap untuk menerima
pelajaran. Sudah dikemukakan sebelumnya, bahwa informasi tidak langsuung
disimpan dalam memori. Informasi-informasi tersebut diubah kedalam bentuk yang
bermakna yang diubungkan dengan infomasi yang telah ada dalam memori siswa.
4. Fasa retensi
Informasi
baru harus dipindahkan dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang. Ini
dapat terjadi mellalui pengulangan kembali (rehearsal), praktek, elaborasi, dan
lain-lainnya.
5. Fasa pemanggilan (recall)
Mungkin
saja kita dapat kehilangan hubungan dengan informasi dalam memori jangka
anjang. Jadi, bagian penting dalam belajar adalah untuk belajar memperoleh
hubungan apa yang telah kita pelajari, untuk memanggil informasi yang telah
dipelajari sebelumnya.
6. Fase generalisasi
Biasanya
informasi itu kurang nilainya jika tidak dapat diterapkan diluar konteks dimana
informasi itu dipelajari. Jadi, generalisasi, atau transfer informasi pada situasi-situasi
baru merupakan fasa kritis dalam belajar.
7. Fase Penampilan
Siswa
harus memperlihatkan bahwa mereka telah belajar sesuatu melalui penamilan yang
tampak.
8. Fase umpan balik
Siswa harus
memperoleh umpan balik tentang penampilan mereka yang menunjukkan apakah mereka
telah atau belum mengerti tentang apa yang diajarkan.
C. Kejadian-Kejadian Instruksi
Berdasarkan analisisnya tentang kejadian-kejadian
belajar, Gagne menyarankan kejadian-kejadian instruksi. Menurut Gagne, bukan
hanya guru yang dapat memberikan instruksi. Mengajar dapat kita pandang sebagai
usaha mengontrol kondisi eksternal. Kondisi eksternal merupakan satu bagian
dari proses belajar, namun termasuk tugas guru dalam mengajar. Menurutnya
mengajar terdiri dari sejumlah kejadian-kejadian tertentu yang dikenal dengan ”
Kejadian-Kejadian instruksi ” yang dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Mengaktifkan motivasi
Langkah
pertama dalam suatu pelajaran adalah memotivasi para siswa untuk belajar. Kerap
kali ini dilakukan dengan membangkitkan perhatian mereka dalam isi pelajaran,
dan dengan mengemukakan kegunaannya.
2. Memberi tahu tujuan-tujuan belajar
Kejadian
instruksi kedua ini sangat erat hubungannya dengan kejadian instruksi pertama.
Sebagian dari mengaktifkan motivasi para siswa adalah dengan memberi tahu
mereka tentang mengapa mereka belajar apa yang mereka pelajari, dan apa
yang akan mereka pelajari. Memberi tahu para siswa tentang tujuan-tujuan
belajar juga menolong memusatkan perhatian para siswa terhadap aspek-aspek yang
relevan tentang pelajaran.
3. Mengarahkan perhatian
Gagne
mengemukakan dua bentuk perhatian. Yang satu berfungsi untuk membuat siswa siap
menerima stimulus-stimulus. Bentuk kedua dari perhatian disebut persepsi
selektif . Dengan cara ini,siswa memilih informasi yang mana yang akan
diteruskan ke memori jangka-pendek. Dalam mengajar, seleksi stimulus-stimulus
relevan yang akan dipelajari dapat ditolong guru dengan cara mengeraskan ucapan
suatu kata selama mengajar, atau menggaris-bawahi suatu kata atau beberapa kata
dalam suatu kalimat, atau dengan menunjukkan sesuatu yang harus diperhatikan
para siswa.
4. Merangsang ingatan tentang pelajaran yang telah lampau
Guru
dapat berusaha dalam menolong siswa-siswa dalam mengingat atau mengeluarkan
pengetahuan yang disimpan dalam memori jangka-panjang itu. Cara menolong ini
dialakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada para siswa, yang
merupakan suatu cara pengulangan.
5. Menyediakan bimbingan belajar
Untuk
memperlancar masuknya informasi ke memori jangka-panjang, diperlukan bimbingan
langsung dalam pemberian kode pada informasi. Untuk mempelajari informasi
verbal, bimbingan itu dapat diberikan dengan cara mengaitkan informasi baru itu
pada pengalaman siswa. Dalam belajar konsep dapat diberikan contoh-contoh dan
noncontoh-noncontoh.
6. Melancarkan Retensi
Retensi
atau bertahannya materi yang dipelajari (tidak dilupakan) dapat diusahakan oleh
guru dan para siswa itu sendiri dengan cara banyak kali mengulangi pelajaran
itu. Cara lain adalah dengan memberi banyak contoh-contoh. Dapat pula
diusahakan dengan menggunakan “jembatan keledai. Dengan cara ini, materi
pelajaran disusun demikian rupa hingga mudah diingat.
7. Membantu transfer belajar
Tujuan
transfer belajar ialah menerapkan apa yang telah dipelajari pada situasi baru.
Ini berarti, bahwa apa yang telah dipelajari itu dibuat umum sifatnya. Melalui
tugas pemecahan masalah dan diskusi kelompok guru dapat membantu transfer
belajar. Untuk dapat melaksakan ini para siswa diharapkan telah menguasai
fakta-fakta, konsep-konsep, dan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan.
8. Memperlihatkan penampilan dan memberikan umpan balik
Hasil
belajar perlu diperlihatkan melalui suatu cara, agar guru dan siswa itu sendiri
mengetahui apakah tujuan belajar telah tercapai. Untuk itu, guru sebaiknya
tidak menunggu hingga seluruh pelajaran selesai. Sebaiknya guru memberikan
kesempatan sedini mungkin kepada siswa untuk memperlihatkan hasil belajar
mereka, agar dapat diberi umpan balik, sehingga pelajaran akan berjalan dengan
lancar.
Fase Belajar
|
Kejadian Instruksional
|
Desain Model
|
Motivasi
|
1.Mengaktifkan
motivasi
2.
Memberi tahu tujuan
|
Analyze learners
General
Characteristics
Entry
Competencies
State Objectives
Ø
Focus on the
learner, not the teacher
Ø
Use behaviors that
reflect real world concerns
Ø
Objectives are
descriptions of the learning outcomes and are written using the ABCD format.
Select, modify, design Methods, Media, &
Materials
This is the step where the Instructor
will build a bridge between the audience and the objectives
Utilize Methods, Media, & Materials
1. Preview the material
2. Prepare the material
3. Prepare the environment will work in the space you
have.
4. Prepare the learners
5. Provide the learning experience
Require Learner Participation
Describe how you are going to get each
learner actively and individually involved in the lesson
Evaluate and Revise
Evaluate student performance
Evaluate media components
Evaluate instructor performance
|
Pengenalan
|
3.
Mengarahkan perhatian
|
|
Perolehan
|
4.
Merangsang ingatan
5.
Menyediakan Bimbingan
|
|
Retensi
|
||
Pemanggilan
|
6.
Melancarkan retensi
|
|
Generalisasi
|
7.
Melancarkan transfer belajar
|
|
Penampilan
|
8. Memperlihatkan penampilan dan memberikan umpan
balik
|
|
Umpan
balik
|
DAFTAR PUSTAKA
Dahar,
RW. 1989. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga
Gagne,
RM. 1985. The Conditions of Leraning. New York: Holt, Rinehart and Winston Inc.
Pribadi,
Benny A. 2010. Model ASSURE untuk
Mendesain Pembelajaran Sukses. Jakarta:Dian Rakyat.
Smaldino,
S. E dkk. 2008. Istructional Technology
and Media for Learning. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar