Rabu, 10 April 2013

TEORI YANG  MENDASARI MODEL DESAIN PEMBELAJARAN ASSURE


Disusun Sebagai Tugas Mata Kuliah
Desain dan Media Pembelajaran Fisika


OLEH  : KELOMPOK IV

ABU BAKAR
ESKARIA SIRAIT
HALIMATUS SAKDIAH
SRI UTAMI KHOLILA MORA SIREGAR
pasca sarjana.jpg







PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
PROGRAM PASCA SARJANA UNIMED
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
TAHUN 2013


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.            Latar Belakang
Desain  pembelajaran  adalah praktek  penyusunan media  teknologi  komunikasi  dan  isi  untuk membantu  agar  dapat  terjadi  transfer  pengetahuan  secara  efektif antara guru dan peserta didik. Proses ini berisi penentuan status awal dari pemahaman peserta didik, perumusan tujuan pembelajaran, dan merancang  "perlakuan"  berbasis-media  untuk  membantu  terjadinya transisi. Idealnya proses ini berdasar pada informasi dari teori belajar yang  sudah  teruji  secara  pedagogis  dan  dapat  terjadi  hanya  pada siswa, dipandu oleh guru, atau dalam latar berbasis komunitas.
Sementara  itu  desain  pembelajaran  sebagai  proses  menurut  Syaiful Sagala (2005:136) adalah  pengembangan  pengajaran  secara sistematik  yang  digunakan  secara  khusus  teori-teori  pembelajaran unuk  menjamin  kualitas  pembelajaran.  Pernyataan  tersebut mengandung  arti  bahwa  penyusunan  perencanaan  pembelajaran harus sesuai dengan konsep pendidikan dan pembelajaran yang dianut dalam kurikulum yang digunakan.
            Dalam desain pembelajaran dikenal beberapa model yang dikemukakan oleh para ahli. Secara umum, model desain pembelajaran dapat diklasifikasikan ke dalam model berorientasi kelas, model berorientasi sistem, model berorientasi produk, model prosedural dan model melingkar.
            Model berorientasi kelas biasanya ditujukan untuk mendesain pembelajaran level mikro (kelas) yang hanya dilakukan setiap dua jam pelajaran atau lebih. Contohnya adalah model ASSURE. Model berorientasi produk adalah model desain pembelajaran untuk menghasilkann suatu produk, biasanya media pembelajaran, misalnya video pembelajaran, multimedia pembelajaran, atau modul. Contoh modelnya adalah model Hannafin and Peck.             Satu lagi adalah model beroreintasi sistem yaitu model desain pembelajaran untuk menghasilkan suatu sistem pembelajaran yang cakupannya luas, seperti desain sistem suatu pelatihan, kurikulum sekolah, dll. contohnya adalah model ADDIE. Selain itu ada pula yang biasa kita sebut sebagai model prosedural dan model melingkar. Contoh dari model prosedural adalah model Dick and Carrey sementara contoh model melingkar adalah model Kemp.
            Adanya variasi model yang ada ini sebenarnya juga dapat menguntungkan kita, beberapa keuntungan itu antara lain adalah kita dapat memilih dan menerapkan salah satu model desain pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik yang kita hadapi di lapangan, selain itu juga, kita dapat mengembangkan dan membuat model turunan dari model-model yang telah ada, ataupun kita juga dapat meneliti dan mengembangkan desain yang telah ada untuk dicobakan dan diperbaiki.
Model desain pembelajaran ASSURE dikembangkan oleh Sharon Smaldino, Robert Henich, James Russell dan Michael Molenda. Model desain pembelajaran ASSURE berusaha untuk menciptakan sebuah pembelajaran yang bermakna dengan memanfaatkan media dan teknologi yang akan membuat siswa belajar secara aktif. Pembelajaran ASSURE dapat digunakan untuk menetapkan pengalaman belajar yang dapat membantu siswa dalam mencapai kompentensi yang diinginkan. Dalam pembahasan akan diuraikan lebih lanjut mengenai teori yang melandasi model desain pembelajaran ASSURE.

1.2.            Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam penulisan makalah ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.      Bagaimanakah konsep teori belajar?
2.      Bagaimana konsep Model desain pembelajaran ASSURE?
3.      Apakah teori yang melandasi model desain pembelajaran ASSURE?

1.3.            Tujuan
1.      Untuk mengetahui konsep teori belajar.
2.      Untuk mengetahui konsep Model desain pembelajaran ASSURE.
3.      Untuk mengetahui teori yang melandasi model desain pembelajaran ASSURE?














BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Teori Belajar
2.1.1.      Teori Belajar Behavioris
Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat da kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon).
Teori Behavioristik:
1.      Mementingkan faktor lingkungan
2.      Menekankan pada faktor bagian
3.      Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif.
4.      Sifatnya mekanis
5.      Mementingkan masa lalu
Berikut adalah tokoh-tokoh dalam teori behavioristik:
1.      Edward Edward Lee Thorndike (1874-1949)
2.      Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936).
3.      Burrhus Frederic Skinner (1904-1990).
4.      Robert Gagne ( 1916-2002).

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori behavioristik adalah ciri-ciri kuat yang mendasarinya yaitu:
a.       Mementingkan pengaruh lingkungan
b.      Mementingkan bagian-bagian
c.       Mementingkan peranan reaksi
d.      Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respon
e.       Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya
f.       Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan
g.      Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan.


2.1.2.      Teori belajar Kognitivis
Teori belajar kognitivis merupakan suatu teori yang lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar itu sendiri. Bagi penganut aliran ini, belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respons. Namun lebih dari itu, belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.
Dalam praktik, teori ini antara lain terwujud dalam “tahap-tahap perkembangan” yang diusulkan oleh Jean Piaget “belajar bermakna”nya Ausubel dan “belajar penemuan secara bebas”(Free Discovery Learning)” oleh Jerome Bruner. Masalah yang sering muncul pada tahap aplikasi teori-teori kognitif di bidang pembelajaran adalah dalam kaitannya dengan pengorganisasian isi pesan atau bahan belajar dan penstrukturan kegiatan belajar-mengajar (Hamzah,2008:53). Hal ini bisa dimengerti mengingat bahwa penelitian dan pengembangan paket-paket program pembelajaran pada berbagai jenis cabang disiplin keilmuan dan keahlian ternyata tidak menunjukkan hasil yang konsisten. Salah satu faktor yang dominan pengaruhnya terhadap variasi keefektifan pembelajaran adalah struktur bangunan disiplin ilmu yang dipelajari.
A.    Teori Perkembangan Kognitif Piaget
Menurut Piaget, perkembangan kognitif mempunyai empat aspek, yaitu 1) kematangan, sebagai hasil perkembangan susunan syaraf; 2) pengalaman, yaitu hubungan timbal balik antara orgnisme dengan dunianya; 3) interaksi sosial, yaitu pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya dengan lingkungan sosial, dan 4) ekuilibrasi, yaitu adanya kemampuan atau sistem mengatur dalam diri organisme agar dia selalu mempau mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya.

B.     Teori Perkembangan Kognitif Vygotsky
Seperti Piaget, Vygotsky menekankan bahwa anak-anak secara aktif menyusun pengetahuan mereka. Akan tetapi menurut Vygotsky, fungsi-fungsi mental memiliki koneksi-koneksi sosial. Vygotsky berpendapat bahwa anak-anak mengembangkan konsep-konsep lebih sistematis, logis, dan rasional sebagai akibat dari percakapan dengan seorang penolong yang ahli.

C.  Teori Gagne
Gagne mengemukakan lima macam hasil belajar, tiga diantaranya berifat kognitif, satu bersifat afektif dan satu lagi bersifat psikomotorik. Penampilan-penampilan yang diamati sebagai hasil belajar disebut kemampuan-kemampuan (capabilities).
Ditinjau dari segi hasil yang diharapkan  dari suatu pengajaran atau instruksi, kemampuan-kemampuan itu diperlukan, karena kemampuan-kemampuan itu memungkinkan berbagai macam penampilan manusia, dan juga karena kondisi untuk memperoleh berbagai kemampuan ini berbeda-berbeda.
Bertitik tolak dari model belajarnya, yaitu model pemrosesan informasi, Gagne mengemukakan delapan fase dalam satu tindakan belajar (learning act). Fase-fase itu merupakan kejadian-kejadian  eksternal yang dapat distrukturkan oleh siswa (yang belajar) atau guru. Setiap fase dipasangkan dengan suatu proses yang terjadi dalam pikiran siswa. Kedelapan fase itu adalah: (1) fase motivasi, (2) fase pengenalan (apprehending phase), (3) fase perolehan (acquisition phase), (4) fase retensi, (5) fase pemanggilan, (6) fase generalisasi, (7) fase penampilan dan (8) fase umpan balik.
D.    Teori Ausubel
Menurut  Ausabel, belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara infromasi atau materi pelajaran disajikan pada siswa, melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada.
Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausabel ialah struktur kognitif yang ada, stabilitas dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar ialah apa yang telah diketahui siswa. Jadi, agar terjadi belajar bermakna, konsep baru atau informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif siswa.
2.1.3.      Teori Belajar Konstruktivis
Kontruktivisme merupakan salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan dikonstruksi sendiri. Pengetahuan yang kita miliki adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Seseorang yang belajar akan membentuk pengertian, ia tidak hanya meniru atau mencerminkan apa yang diajarkan atau yang ia baca, melainkan menciptakan pengertian baik secara personal maupun sosial. Pengetahuan tersebut, dibentuk melalui interaksi dengan lingkungannya.
Jadi teori konstruktivis adalah teori yang menyatakan bahwa perolehan pengetahuan atas bentukan sendiri dari pebelajar untuk menjadi miliknya dan mentransfer informasi secara komplek menjadi sederhana dan bermakna, agar menjadi miliknya sendiri.
Konstruktivis lahir dari gagasan Piaget dan Vigotsky dimana keduanya menekankan bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidak-seimbangan dalam memahami informasi-informasi baru.

2.2. Model Desain Pembelajaran ASSURE
1.      Model Desain Pembelajaran ASSURE
            Model Desain ASSURE adalah kekhasan dari buku yang ditulis oleh trio Heinich, Molenda dan Russell sejak pertama kali buku Instructional Technology and Media diterbitkan di era 1980an. Hingga sekarang buku ini telah mencapai edisi ke delapan dengan perubahan judul, struktur buku, dan para penulisnya menjadi buku Instructional Technology and Media for Learning, model ASSURE ini tetap dipertahankan sebagai kekhasan dari buku yang bertema teknologi pembelajaran.
            ASSURE adalah suatu mnemonic atau singkatan yang mudah dihapalkan oleh peserta belajar. ASSURE berbentuk suatu kata yang mempunyai arti khusus yaitu to make sure atau dalam bahasa Indonesia berarti meyakinkan.
            ASSURE terdiri atas enam komponen seperti rumusan kata itu sendiri. Setiap huruf mempunyai arti, yaitu
Analyze Learner (menganalisis peserta belajar)
State Objectives (merumuskan tujuan pembelajaran atau kompetensi)
Select methods, media, and materials (memilih metode, media dan bahan ajar)
Utilize media and materials (menggunakan media dan bahan ajar)
Require learner participation (mengembangkan peran serta peserta belajar)
Evaluate and Revise (menilai dan memperbaiki)

            Ditinjau dari struktur, maka ASSURE dirumuskan berdasarkan kata kerja tertentu yaitu analyze, state, select, utilize, require, dan evaluate.  Berikut ini adalah analisis masing masing komponen dari model disain pembelajaran ASSURE

a. Analyze Learner
            Pada disain pembelajaran, peserta belajar adalah hal terpenting. Apapun bentuk produk, model disain pembelajaran maka semua upaya diwujudkan demi kelancaran proses belajar. Dalam melakukan analisis peserta belajar ada beberapa hal yang perlu dilakukan misalnya karakteristik umum peserta belajar, kompetensi awal yang menjadi modal dasarnya, gaya belajar dari peserta belajar, aspek psikologis dari peserta belajar dan banyak lagi sesuai dengan kebutuhan.

b. State Objective
            State objective atau merumuskan tujuan pembelajaran  Bagi Smaldino, dkk “An objective is a statement of what will be achieved, not how it will be achieved”. Jadi merumuskan tujuan pembelajaran dapat menggunakan rumusan tujuan dengan model ABCD , yang berarti :
A = audience, pebelajar dengan segala karakteristiknya.
B = behavior, kata kerja yang menjabarkan kemampuan yang harus dikuasai;
C = conditions, situasi kondisi yang memungkinkan bagi pebelajar dapat belajar dengan baik; dan
D = degree, persyaratan khusus yang dirumuskan sebagai standar baku pencapaian tujuan pembelajaran.
Tujuan pembelajaran juga dapat dinyatakan dalam bentuk pernyataan kompetensi dasar dan indikator keberhasil yang hendak dicapai pada akhir proses pembelajaran.

c. Select Methods, Media, and Materials
            Pada tahapan ini adalah memilih metode, media dan bahan ajar.  Ada tiga tahapan penting untuk huruf S kedua dari ASSURE ini. Ketiganya adalah :
(1). menentukan metode yang tepat untuk kegiatan belajar tertentu, kemudian
(2). memilih format media yang disesuaikan dengan metode yang diterapkan; dan
(3). memilih, merancang, memodifikasi, atau memproduksi bahan ajar.
            Baik media maupun metode tidak ada yang lebih baik atau terbaik diantaranya. Media dan metode ditentukan karena keduanya cocok, tepat, dan sesuai untuk suatu proses belajar.

d. Utilize Media and Materials
            Pemanfaatan media dan bahan ajar pada model ASSURE ini ditujukan kepada Widyaiswara dan peserta belajar. Smalldino, dkk mengajukan rumus 5 P untuk pemanfaatan media dan material pembelajaran ini. Kelima P tersebut ialah :
a) Preview the Materials (Kaji bahan ajar)
b) Prepare the Materials (Siapkan bahan ajar)
c) Prepare Environment (Siapkan lingkungan)
d) Prepare the Learners (Siapkan peserta didik)
e) Provide the Learning Experience (Tentukan pengalaman belajar)

e. Required Learner Participation
            Mengembangkan peran serta peserta belajar, tujuan utama pembelajaran adalah agar peserta belajar – belajar. Oleh karena itu melibatkan peserta untuk belajar adalah aktivitas yang harus dilakukan oleh widyaiswara dalam proses pembelajaran.

f. Evaluate and revise
            Salah satu tujuan penilaian adalah mengukur tingkat pemahaman atas materi yang baru saja diberikan. Dalam hal ini, penilaian bukan untuk menentukan tingkat „kepintaran‟ seorang pebelajar, namun cenderung untuk memberi masukan kepada mereka. Demikian juga evaluasi berguna untuk melakukan penilaianan apakah seluruh proses pembelajaran sudah berjalan dengan baik, atau ada proses pembelajaran yang perlu ditingkatkan dan direvisi untuk meningkatkan kualitas kegiatan belajar mengajar itu sendiri.

2. Pemanfaatan Media
            Pada desain pembelajaran ASSURE, sangat jelas bahwasanya desain tersebut menekankan penggunaan media dalam model desain tersebut, maka disini kami mendefenisikan pengertian, karakteristi dan hal – hal penting dalam penggunaan media.

A.    Pengertian Media
Gagne menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Sementara berpendapat bahwa media segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar. Sedangkan menurut Asosiasi Pendidikan Nasional (National Education Association/ NEA) mengartikan media adalah bentuk – bentuk komunikasi baik tercetak maupun audiovisual serta peralatannya.
Dari semua yang diungkapkan didapatkan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkana pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi.
Tanpa menyebutkan jenis dari masing – masing medianya, Gagne membuat 7 macam pengelompokan media (yang disebut dengan taksonomi media menurut Gagne), yaitu benda untudidemonstrasikan, komunikasi lisan, media cetak, gambar diam, gambar gerak, film bersuara dan mesin belajar. Ketujuh kelompok media ini kemudian dikaitkan dengan kemampuan memenuhi fungsi menurut tingkatan  hirearki belajar yang dikembangkannya yaitu pelontar stimulus belajar, penarik minat belajar, contoh prilaku belajar, member kondisi eksternal, menuntun cara berfikir, memasukkan ilmu – ilmu, menilai prestasi dan memberi umpan balik.

B.     Perkembangan Media Pendidikan
Pada mulanya, media hanya dianggap sebagai alat bantu mengajar guru (teaching ais). Alat bantu yang dipakai adalah alat bantu visual, misalnya gambar, model, objek dan alat- alat lainnya yang dapat memberikan pengalaman kongkrit, motivasi belajar siswa serta mempertinggi daya serap dan retensi belajar siswa.
Pada tahun 1950 teori komunikasi mulai mempengaruhi penggunaan alat bantu audio visual, sehingga selain sebagai alat bantu, media juga berfungsi sebagai penyalur pesan atau informasi belajar. Sayang sampai saat itu pengaruhnya masih terbatas pada pemilihan media saja.
Baru pada tahun 1960 – 1965 orang mulai memperhatikan siswa sebagai komponen yang penting dalam proses belajar mengajar. Pada saat itu teori tingkah laku (behaviorism theory) ajaran B. F. Skinner mulai mempengaruhi penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran. Teori ini telah mendorong terciptanya media yang dapat mengubah tingkah laku siswa sebagai hasil proses pembelajaran. Media instruksional yang terkenal yang dihasilkan teori ini adalah teaching machine dan programmed instruction.
Pada tahun 1965 – 1970, pendekatan system (system approach) mulai menampakan pengaruhnya dalam kegiatan pendidikan dan kegiatan pembelajaran. Dalam perencanaan ini media yang akan dipakai dan cara menggunakannya telah telah dipertimbangkan dan ditentukan dengan seksama hingga sekarang.
C.     Dasar pertimbangan Pemilihan Media
Beberapa penyebab orang – orang memilih media antara lain adalah:
a.       Bermaksud mendemonstrasikannya seperti halnya pada kuliah tentang media
b.      Merasa sudah akrab dengan media tersebut, misalnya seorang dosen yang sudah terbiasa menggunakan proyektor transparasi
c.       Ingin member gambaran atau penjelasan yang lebih konkret
d.      Merasa bahwa media dapat berbuat lebih dari yang bias  dilakukannya, misalnya untuk menarik minat atau gairah belajar siswa.
            Pertanyaan – pertanyaan praktis yang dapat diajukan dalam rangka pembelian media jadi adalah sebagai berikut:
1.      Apakah media yang bersangkutan relevan dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai?
2.      Apaka ada suber informasi, catalog, dan sebagainya mengenai media yang bersangkutan?
3.      Apakah perlu dibentuk tim untuk mereviu yang terdiri dari para calon pemakai?
4.      Apakah ada media di pasaran yang telah divalidasikan?
5.      Apakah media yang bersangkutan boleh direviu terlebih dahulu?
6.      Apakah tersedia format reviu yang sudah dibakukan?

D.    Pemilihan media
·         berdasarkan tujuan belajar
Tujuan belajar media
Info factual
Pengenalan visual
Prinsip konsep
Prosedur
Keterampilan
sikap
Visual
Sedang
tinggi
Sedang
sedang
Rendah
Rendah
Film
Sedang
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Sedang
Sedang
Televisi
Sedang
Sedang
Tinggi
Sedang
Sedang
Sedang
Objek 3-D
Rendah
Tinggi
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rekaman audio
Sedang
Rendah
Rendah
Sedang
Rendah
Sedang
Pelajaran terprogram
Sedang
Sedang
Sedang
Tinggi
Rendah
sedang
Demonstrasi
Rendah
Sedang
Rendah
Tinggi
Sedang
Sedang
Buku teks cetak
Sedang
Rendah
Sedang
Sedang
Rendah
Sedang
Sajian lisan
Sedang
rendah
sedang
Sedang
rendah
sedang

·         Berdasarkan kontrol pemakaian
Kontrol
portabel
Untuk dirumah
Siap setiap saat
terkendali
mandiri
Umpan balik
Media
Televise
tidak
ya
tidak
tidak
ya
Tidak
Radio
Ya
Ya
tidak
tidak
ya
Tidak
Film
Ya
Ya
Ya
Sulit
Sulit
Tidak
Video kaset
Tidak
Sulit
Ya
Ya
Ya
Tidak
Slide
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Tidak
Film strip
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Tidak
Audio kaset
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Tidak
Piringan hitam
Tidak
?
Ya
Ya
Sulit
Tidak
Buku
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
tidak
Teks program
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Computer
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Sulit
Ya
Permainan
Ya
Ya
Ya
Ya
Tidak
Ya



2.3.Teori Belajar yang Mendasari Model Desain Pembelajaran ASSURE
            ASSURE didasarkan pada “Events of Instruction” Robert Gagne. Model ini adalah berbasis konstruktivisme, dalam kata lain, itu adalah kerangka yang mengasumsikan bahwa peserta didik pasif tidak akan belajar dengan cara yang terbaik, peserta didik harus aktif berpartisipasi dalam pembelajaran mereka sendiri, berinteraksi dengan lingkungan mereka dan rekan-rekan. ASSURE juga mengakui gaya belajar yang berbeda dari semua siswa.
            Robert M. Gagne adalah seorang ahli psikologi pendidikan yang telah mengembangkan suatu pendekatan prilaku eklektik mengenai psikologi belajar. Kita akan membahas hasil-hasil belajar yang dikemukakan oleh Gagne, serta kejadian-kejadian belajar dan kejadian-kejadian instruksi, dan hubungan antara kejadian-kejadian itu.
A. Hasil-hasil Belajar menurut Gagne
            Gagne mengemukakan lima macam hasil belajar, tiga diantaranya bersifat kognitif, satu bersifat afektif, dan satu lagi bersifat psikomotorik. Penampilan-penampilan yang diamati sebagai hasil-hasil dasar disebut kemampuan-kemampuan atau kapabiliti. Menurut Gagne, ditinjau dari hasil pembelajaran ada lima kemampuan yang perlu dibedakan karena masing-masing memungkinkan berbagai macam penampilan manusia, dan juga karena kondisi untuk memperoleh kemampuan ini berbeda. Kelima kemampuan itu adalah keterampilan intelektual, strategi-strategi kognitif, informasi verbal, sikap-sikap, dan ketrampilan-ketrampilan motorik.
1. Keterampilan Intelektual
            Keterampilan-keterampilan intelektual memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungannya melalui pengguaan simbol-simbol atau gagasan-gagasan. Belajar keterampilan intelektual telah dimulai sejak tingkat-tingkat pertama sekolah dasar dan dilanjutkan sesuai dengan perhatian dan kemampuan intelektual seseorang.
            Belajar memprngaruhi perkembangan intelektual seseorang dengan cara yang disarankan oleh diagram. Untuk memecahkan masalah siswa memerlukan aturan-aturan tingkat tinggi, yaitu aturan-aturan yang kompleks demikian pula diperlukan aturan-aturan dan konsep-konsep terdefinisi. Untuk memperoleh aturan-aturan ini, siswa sudah harus belajar beberapa konsep konkrit, dan untuk belajar konsep-konsep konkrit ini, siswa harus menguasai deskriminasi-deskriminasi.
PEMECAHAN MASALAH
melibatkan pembentukan
ATURAN-ATURAN TINGKAT TINGGI
membutuhkan sebagai prasyaratan-prasyaratan
ATURAN-ATURAN
dan
KONSEP-KONSEP TERDEFENISI
memerlukan prasyaratan-prasyaratan
KONSEP-KONSEP KONKRIT
memerlukan sebagai prasyaratan-prasyaratan
DISKRIMINASI-DISKRIMINASI

a. Diskriminasi-diskriminasi
Diskriminasi merupakan suatu kemampuan untuk mengadakan respons-respons yang berbeda terhadap stimulus-stimulus yang berbeda dalam satu atau lebih dimensi fisik.
b. Konsep-konsep konkrit
       Menurut Gagne, salah satu keterampilan intelektual ialah konsep konkrit, dan suatu konsep konkrit  menunjukkan suatu sifat objek atau atribut objek (warna, bentuk, dll). Konsep ini disebut ”konkrit”, sebab penampilan manusia yang dibutuhkan konsep-konsep ini adalah mengenal satu objek yang konkrit.
       Contoh-contoh sifat konkrit adalah bulat, persegi, biru, merah, lurus, dll. Kita dapat mengatakan bahwa orang tertentu telah mempelajari suatu konsep konkrit, dengan meminta orang untuk menunjukkan dua atau lebih anggota-anggota yang termasuk kedalam kelas sifat objek sama; misalnya dengan menunjukkan pada suatu uang logam, suatu ban mobil, dan bulan purnama sebagai bulat. Operasi menunjuk dapat dilakukan dengan berbagai cara, dapat dengan memilih, melingkari, atau memegang.
c. Konsep terdefinisi
      Seseorang dikatakan telah belajar suatu konsep terdefinisi bila ia dapat mendemonstrasikan arti dari kelas tertentu tentang objek-objek, kejadian-kejadian, atau hubungan-hubungan. Misalnya, kita perhatikan konsep asam, suatu zat yang yang memerahkan kertas lakmus biru. Seorang siswa yang telah memelajari konsep itu,akan dapat memilih zat sesuai dengan definisi, dengan memperlihatkan jika dimasukkan kertas lakmus biru kedalam zat itu. Demonstrasi tentang arti, membedakan proses mental ini dari proses mental yang menyangkut mengingat informasi verbal, seperti “Asam adalah zat yang dapat memerahkan kertas lakmus biru.
d. Aturan-aturan
            Seorang telah belajar suatu aturan, bila penampilannya mempunyai semacam keteraturan dalam berbagai situasi-situasi khusus, banyak contoh mengenai perilaku yang dikuasai oleh aturan. Sebagian besar dari perilaku manusa termasuk perilaku ini. Misalnya dalam membuat suatu kalimat “ibu mencium adik dengan penuh kasih sayang”, kata kerja mencium ditempatkan sesudah kata ibu, tidak sebelumnya. Demikian pula kata-kata yang lain dalam kalimat itu sudah mengikuti suatu aturan dalam bahas kita. Dengan aturan yang telah kita pelajari ini, kita dapat menyusun kalimat-kalimat lain dengan menyusun struktur yang sama.
     Setelah kita mengenal apakah aturan itu, ddapat kita menerima bahwa suatu konsep terdefinisi seperti yang telah dijelaskan terdahulu, pernyataannya tidak berbeda dengan suatu aturan, dan dipelajari dengan cara yang sama. Dengan lain perkataan, suatu konsep terdefinisi meruakan suatu bentuk khusus dari aturanyang bertujuan untuk mengelompokkan objek-objek dan kejadian-kejadian; konsep terdefinisi adalah suatu aturan pengklasifikasian.
e. Aturan-aturan tingkat tinggi
            Ada kalanya aturan-aturan yang kita pelajari merupakan gabungan yang kompleks tentang aturan-aturan yang lebih sederhana. Lagi pula, kerap kali aturan-aturan yang kompleks atau aturan-aturan tinkat tinggi ini ditemukan untu memecahkan masalah praktis atau sekelompok masalah. Kemampuan untuk memecahkan suatu masalah pada dasarnya, merupakan tujuan utama proses pendidikan. Bila para siswa memecahkan suatu masalah mewakili kejadian-kejadian nyata, para siswa juga mencapai suatu kemampuan baru. Mereka telah belajar sesuatu yang dapat digeneralisasikan pada masalah-masalah lain yang mempunyai ciri-ciri formal yang mirip. Ini berarti, mereka telah memperoleh suatu aturan baru atau mungkin juga suatu set baru tentang aturan-atauran.
            Aturan-aturan memegang peranan penting dalam pemecahan masalah. Tidak mungkin bagi siswa untuk memperoleh semua aturan yang diperlukan bagi setiap situasi, konsep-konsep dan aturan-aturan harus disintesis menjadi bentuk-bentuk kompleks yang baru agar siswa dapat menghadapi situasi-situasi masalah yang baru. Pemecahan masalah merupakan suatu kegiatan manusia yang menggabungkan konsep-konsep dan aturan-aturan yang telah diperoleh sebelumnya dan tidak sebagai keterampilan genetik. Kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah matematika tidak secara otomatis pindah ke pemecahan masalah-masalah mekanik suatu mobil.
2. Strategi-Strategi Kognitif
            Suatu macam keterampilan intelektual khusus mempunyai kepentingan tertentu bagi belajar dan berpikir ialah strategi kognitif. Dalam teori belajar modern, suaatu strategi koginitif merupakan suatu proses kontrol, yaitu proses internal yang digunakan siswa (orang yang belajar) untuk memilih dan mengubah cara-cara memberikan, perhatian, belajar, mengingat dan berpikir. Berbagai macam strategi kognitif
a. Strategi-strategi menghafal (rehearsal strategies)
     Dengan pertolongan strategi ini, para siswa melakukan latihan mereka sendiri tentang materi yang dipelajari. Dalam bentuk yang paling sederhana, latihan itu berupa mengulang-ngulang nama-nama dalam suatu urutan misalnya, nama pahlawa-pahlawan, tahun-tahun, pecahnya perang Dunia. Dalam empelajari tugas-tugas yang lebih kompleks, misalnya mempelajari gagasan-gagasan yang penting, menghaafal dapat dilakukan dengan menggaris bawahi gaagasan-gagasan penting itu,  atau dengan menyalin bagian-bagian teks.
b. Strategi-strategi elaborasi
Dalam menggunakan teknik elaborasi, siswa mengasosiasikan hal-hal yang akan dipelajari dengan bahan-bahan lain yang tersedia. Bila diterapkan pada belajar dari teks prosa misalnya, kegiatan elaborasi merupakan pembuatan paraprase, pemuatan ringkasan, pembuatan catatan, dan perumusan pertanyaan-pertanyaan dengan jawaban-jawaban.
c. Strategi-strategi pengaturan (organizing strategi)
Penyusunan materi yang akan dipelajari kedalam suatu kerangka, merupakan teknik dasar dari strategi-strategi ini. Sekumpulan kata yang harus diingat diatur oleh siswa menjadi kategori-kategori yang bermakna. Hubungan-hubungan antara fakta-fakta disusun menjadi tabel-tabel , memungkinkan penggunaan pertolongan penyusunan ruang.
d. Strategi metakognitif
Menurut Brown, strategi-strategi metakognitif meliputi kemampuan-kemampuan siswa untukk menentukan tujuan-tujuan belajar, memperkirakan keberhasialan pencapaian tujuan-tujuan itu.
e. Strategi-strategi Afektif
Teknik-teknik ini digunakan para siswa untuk meemusatkan dan mempertahankan perhatian, untuk mengendalikan kemarahan, dan menggunakan waktu secara efektif.
3. Invormasi Verbal
            Informasi verbal juga disebut pengetahuan verbal;menurut teori, pengeetahuan ini disimpan seebagai jaringan proposisi-proposisi (Anderson.1985; E.D Gagne, 1985). Nama lain untuk pengetahuan verbal ialah pengetahuan deklaratif.
4. Sikap-Sikap
            Sikap merupakan pembawaan yang dapat dipelajari, dan dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap benda-benda, kejadian-kejadian, atau mkluk-mahkluk hidup lainnya. Sekelompok sikap yang penting ialah sikap-sikap kita terhadap orang lain. Karena itu, gagne juga memperhatikan bagaimana siswa-siswa memperoleh sikap-sikap sosial ini.
            Suatu sikap mempengaruhi sekumpulan besar perilaku-perilaku khusus seseorang, oleh karena itu ada beberapa prinsi-prinsip belajar umum yang dapat diterapkan untuk memperoleh dan mengubah sikap-sikap keterampilan—keterampilan motorik tidak dapat membahas yang mendalam dalam buku ini.
5. Keterampilan-keterampilan motorik
            Keterampilan-keterampilan motorik tidak hanya mencakup kegiatan-kegiatan fisik, melainkan juga kegiatan-kegiatan motorik yang digabung dengan keterampilan intelektual, misalnya bila membaca, menulis atau dalam pelajaran sains bagaimana menggunakan berbagai macam alat, seperti mikroskop, berbagai alat-alat listrik dalam pelajaran fisika, dan biuret, alat destilasi dalam pelajaran kimia.
B. Kejadian-Kejadian Belajar
            Bertitik tolak dari model belajarnya, yaitu model pemrosesan informasi, Gagne mengemukakan delapan fase dalam satu tindakan belajarr. Fasa-fasa itu merupakan kejadian-kejadian eksternal yang dapat distrukturkan oleh siswa(yang belajar) atau guru.
1. Fasa motivasi
Siswa (yang belajar harus diberi motifasi untuk belajar dengan harapan, bahwa belajar akan memperoleh hadiah. Misalnya siswa-siswa dapat mengharapkan bahwa informasi akan memenuhi keingintahu mereka tentang suatu pokok bahasan, akan berguna bagi mereka, atau dapat menolong mereka untuk memperoleh angka yang lebih baik.
2. Fasa pengenalan
Siswa harus memberikan perhatian pada bagian-bagian yang esensial dri suatu kejadian instruksional, jika belajar akan terjadi, misalnya siswa memperhatikan asek-aspek yang relevan tentang apa yang dikatakan guru, atau tentang gagasan-gagasan utama buku teks.
3. Fasa perolehan
Bila siswa memperhatikan informasi yang relevan, maka ia telah siap untuk menerima pelajaran. Sudah dikemukakan sebelumnya, bahwa informasi tidak langsuung disimpan dalam memori. Informasi-informasi tersebut diubah kedalam bentuk yang bermakna yang diubungkan dengan infomasi yang telah ada dalam memori siswa.
4. Fasa retensi
Informasi baru harus dipindahkan dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang. Ini dapat terjadi mellalui pengulangan kembali (rehearsal), praktek, elaborasi, dan lain-lainnya.
5. Fasa pemanggilan (recall)
Mungkin saja kita dapat kehilangan hubungan dengan informasi dalam memori jangka anjang. Jadi, bagian penting dalam belajar adalah untuk belajar memperoleh hubungan apa yang telah kita pelajari, untuk memanggil informasi yang telah dipelajari sebelumnya.
6. Fase generalisasi
Biasanya informasi itu kurang nilainya jika tidak dapat diterapkan diluar konteks dimana informasi itu dipelajari. Jadi, generalisasi, atau transfer informasi pada situasi-situasi baru merupakan fasa kritis dalam belajar.
7. Fase Penampilan
Siswa harus memperlihatkan bahwa mereka telah belajar sesuatu melalui penamilan yang tampak.
8. Fase umpan balik
Siswa harus memperoleh umpan balik tentang penampilan mereka yang menunjukkan apakah mereka telah atau belum mengerti tentang apa yang diajarkan.
C. Kejadian-Kejadian Instruksi
            Berdasarkan analisisnya tentang kejadian-kejadian belajar, Gagne menyarankan kejadian-kejadian instruksi. Menurut Gagne, bukan hanya guru yang dapat memberikan instruksi. Mengajar dapat kita pandang sebagai usaha mengontrol kondisi eksternal. Kondisi eksternal merupakan satu bagian dari proses belajar, namun termasuk tugas guru dalam mengajar. Menurutnya mengajar terdiri dari sejumlah kejadian-kejadian tertentu yang dikenal dengan ” Kejadian-Kejadian instruksi ” yang dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Mengaktifkan motivasi
Langkah pertama dalam suatu pelajaran adalah memotivasi para siswa untuk belajar. Kerap kali ini dilakukan dengan membangkitkan perhatian mereka dalam isi pelajaran, dan dengan mengemukakan kegunaannya.
2. Memberi tahu tujuan-tujuan belajar
Kejadian instruksi kedua ini sangat erat hubungannya dengan kejadian instruksi pertama. Sebagian dari mengaktifkan motivasi para siswa adalah dengan memberi tahu mereka tentang mengapa mereka belajar apa yang mereka pelajari, dan apa yang akan mereka pelajari. Memberi tahu para siswa tentang tujuan-tujuan belajar juga menolong memusatkan perhatian para siswa terhadap aspek-aspek yang relevan tentang pelajaran.
3. Mengarahkan perhatian
Gagne mengemukakan dua bentuk perhatian. Yang satu berfungsi untuk membuat siswa siap menerima stimulus-stimulus. Bentuk kedua dari perhatian disebut persepsi selektif . Dengan cara ini,siswa memilih informasi yang mana yang akan diteruskan ke memori jangka-pendek. Dalam mengajar, seleksi stimulus-stimulus relevan yang akan dipelajari dapat ditolong guru dengan cara mengeraskan ucapan suatu kata selama mengajar, atau menggaris-bawahi suatu kata atau beberapa kata dalam suatu kalimat, atau dengan menunjukkan sesuatu yang harus diperhatikan para siswa.
4. Merangsang ingatan tentang pelajaran yang telah lampau
Guru dapat berusaha dalam menolong siswa-siswa dalam mengingat atau mengeluarkan pengetahuan yang disimpan dalam memori jangka-panjang itu. Cara menolong ini dialakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada para siswa, yang merupakan suatu cara pengulangan.
5. Menyediakan bimbingan belajar
Untuk memperlancar masuknya informasi ke memori jangka-panjang, diperlukan bimbingan langsung dalam pemberian kode pada informasi. Untuk mempelajari informasi verbal, bimbingan itu dapat diberikan dengan cara mengaitkan informasi baru itu pada pengalaman siswa. Dalam belajar konsep dapat diberikan contoh-contoh dan noncontoh-noncontoh.
6. Melancarkan Retensi
Retensi atau bertahannya materi yang dipelajari (tidak dilupakan) dapat diusahakan oleh guru dan para siswa itu sendiri dengan cara banyak kali mengulangi pelajaran itu. Cara lain adalah dengan memberi banyak contoh-contoh. Dapat pula diusahakan dengan menggunakan “jembatan keledai. Dengan cara ini, materi pelajaran disusun demikian rupa hingga mudah diingat.
7. Membantu transfer belajar
Tujuan transfer belajar ialah menerapkan apa yang telah dipelajari pada situasi baru. Ini berarti, bahwa apa yang telah dipelajari itu dibuat umum sifatnya. Melalui tugas pemecahan masalah dan diskusi kelompok guru dapat membantu transfer belajar. Untuk dapat melaksakan ini para siswa diharapkan telah menguasai fakta-fakta, konsep-konsep, dan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan.
8. Memperlihatkan penampilan dan memberikan umpan balik
Hasil belajar perlu diperlihatkan melalui suatu cara, agar guru dan siswa itu sendiri mengetahui apakah tujuan belajar telah tercapai. Untuk itu, guru sebaiknya tidak menunggu hingga seluruh pelajaran selesai. Sebaiknya guru memberikan kesempatan sedini mungkin kepada siswa untuk memperlihatkan hasil belajar mereka, agar dapat diberi umpan balik, sehingga pelajaran akan berjalan dengan lancar.

Fase Belajar
Kejadian Instruksional
Desain Model
Motivasi
1.Mengaktifkan motivasi
2. Memberi tahu tujuan
Analyze learners
General Characteristics 
Entry Competencies
State Objectives
Ø      Focus on the learner, not the teacher
Ø      Use behaviors that reflect real world concerns
Ø      Objectives are descriptions of the learning outcomes and are written using the ABCD format.
Select, modify, design Methods, Media, & Materials
This is the step where the Instructor will build a bridge between the audience and the objectives
Utilize Methods, Media, & Materials
1.      Preview the material
2.      Prepare the material
3.      Prepare the environment will work in the space you have.
4.      Prepare the learners
5.      Provide the learning experience
Require Learner Participation
Describe how you are going to get each learner actively and individually involved in the lesson
Evaluate and Revise
 
Evaluate student performance
Evaluate media components
Evaluate instructor performance

Pengenalan
3. Mengarahkan perhatian
Perolehan
4. Merangsang ingatan
5. Menyediakan Bimbingan
Retensi
Pemanggilan
6. Melancarkan retensi
Generalisasi
7. Melancarkan transfer belajar
Penampilan
8. Memperlihatkan penampilan dan memberikan umpan balik
Umpan balik












DAFTAR PUSTAKA

Dahar, RW. 1989. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga
Gagne, RM. 1985. The Conditions of Leraning. New York: Holt, Rinehart and Winston Inc.
Pribadi, Benny A. 2010. Model ASSURE untuk Mendesain Pembelajaran Sukses. Jakarta:Dian Rakyat.
Smaldino, S. E dkk. 2008. Istructional Technology and Media for Learning. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.